Asuransi syariah sangat berbeda dengan asuransi konvensional, karena pada asuransi konvensional dilakukan praktik-praktik yang diharamkan dalam Islam, diantaranya :
1.Ketidakpastian (gharar ) tentang hak pemegang polis (peserta) dan sumber dana yang digunakan untuk menutup klaim dari peserta.
2.Judi ( maysir ) karena dimungkinkan ada pihak yang diuntungkan di atas kerugian orang lain.
3.Riba yaitu diperolehnya pendapatan dari mem-bunga-kan dana investasi yang diberikan.
Asuransi syariah (takaful ), di dalamnya dikenal prinsip saling memikul resiko diantara sesama orang, sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Semua ini dilakukan atas dasar tolong-menolong dalam kebaikan dimana masing-masing mengeluarkan dana/sumbangan/derma (tabarru’ ) yang disepakati bersama nilainya untuk menanggung resiko tersebut. Sesuai dengan firman Allah SWT “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa dan jangan tolong-menolonglah kamu dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS Al-Maidah [5] : 2)
Ada tujuh prinsip yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, yaitu :
1.Keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan produk yang ada dalam pengelolaan investasi dana. DPS ditemukan pada asuransi syariah tapi tidak pada asuransi konvensional.
2.Akad yang akan dilaksanakan. Akad yang dilaksanakan pada asuransi syariah berdasarkan prinsip tolong menolong (takaful ), sedangkan pada asuransi konvensional berdasarkan akad jual beli ( tadabbuli ).
3.Prinsip perhitungan investasi dana. Pada asuransi syariah, dasar perhitungan investasi dana berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah). Pada asuransi konvensional dasar perhitungan investasi dana berdasarkan riba.
4.Kepemilikan dana. Pada asuransi syariah dana investasi yang terkumpul dari peserta (premi) merupakan milik peserta seutuhnya sementara perusahaan asuransi hanya merupakan pemegang amanah atau sebagai pengelola dana ( mudharib). Pada asuransi konvensional, dana investasi yang terkumpul dari peserta (premi) menjadi milik perusahaan, sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi investasi penggunaan dana.
5.Pembayaran klaim. Pembayaran klaim yang dilakukan oleh asuransi syariah diambil dari rekening tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta. Sejak awal menyimpan dana investasinya, peserta sudah diminta keikhlasannya bahwa akan ada penyisihan dana yang akan digunakan untuk menolong peserta lain jika terkena musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambil dari dana milik perusahaan.
6.Keuntungan yang diperoleh perusahaan asuransi. Pada asuransi syariah, keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan dari investasi dana peserta akan dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai dengan prinsip bagi hasil, dengan proporsi yang telah disepakati bersama di awal. Sedangkan pada asuransi konvensional keuntungan yang diperoleh perusahaan menjadi milik perusahaan seutuhnya.
7.Kemungkinan adanya dana yang hangus. Pada asuransi syariah tidak mengenal adanya dana yang hangus meskipun peserta asuransi menyatakan akan mengundurkan diri karena sesuatu dan lain hal. Dana yang telah disetorkan tetap dapat diambil kecuali dana yang sejak awal telah diikhlaskan masuk ke dalam rekening tabarru’ (dana kebajikan). Sedangkan pada asuransi konvensional dikenal adanya dana yang hangus jika peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo ( reserving period ).
sumber : Hosen, M. Nadratuzzaman dan AM. Hasan Ali, 2007. Tanya Jawab Ekonomi Islam. Jakarta : pkes publishing
mampir kemari sekedar untuk baca2....
BalasHapusea makasih atas mampir n komennya
BalasHapus