Untuk menuju proses terbukanya hijab tidak semudah apa yang dibayangkan oleh para ahli bathin atau ahli syariat. Sebab terbukanya hijab tidak sama dengan gambaran bathin sebagaimana yang diterangkan oleh sementara orang. Seseorang yang sudah terbuka hijab bathinnya, niscaya akan sulit untuk menguraikan dimensi bathin itu sendiri. Oleh karena itu, banyak sekali penghalang untuk dapat masuk ke dimensi bathin itu. Meskipun dalam beberapa kitab tasawuf telah menjelaskan yang ada, belum dapat menyimpulkan sebuah kesimpulan yang sempurna dan memuaskan. Namun bila dicermati secara garis besar, penghalang hijab itu dapat digolongkan menjadi empat macam:
a. Larut dalam Kenikmatan Dunia
Seseorang tidak akan mencapai terbukanya hijab bathin kalau dirinya masih dikuasi oleh segala kenikmatan dunia. Harta, pangkat, kedudukan dan martabat masih menguasai hati sehingga bathin terbungkus oleh hawa nafsu keduniaan. Bagaimana mungkin ia akan berbicara masalah hijab bathin kalau dirinya masih dikuasai oleh hal-hal yang lahir. Ini tidak berarti bahwa seorang yang kebetulan mempunyai pangkat, harta, kedudukan dan martabat tidak dapat mencapai terbuka hijab bathin. Yang dimaksud di sini adalah apabila hantinya tidak dapat menguasai apa yang ada pada dirinya. Atau dengan kata lain harta, pangkat dan kedudukan mengendalikan dirinya, bukan sebaliknya. Karena itu, tergantung pada diri masing-masing. Tergantung pada berharga mana antara harta, pangkat, martabat dan kedudukan dengan jiwa dan qalbunya. Bila menganggap bahwa hanya jauh melebih berharga dari apa yang dimilikinya, maka niscaya ia akan dapat mencapai terbukanya hijab bathin. Satu hal yang terpenting adalah dapat mengendalikan diri dari semua pengaruh yang berdimensi duniawi. Seharusnya berprinsiplah secara arif dengan pemahaman bahwa: “Aku memiliki tetapi tidak merasa memiliki”. “Aku kaya tapi bukan milikku”, “Aku berpangkat hanya sekedar amanah”, “Aku bermartabat tapi diriku masih penuh kekurangan”. Dan sebagainya.
b. Ilusi dan Khayalan
Adalah sangat mustahil seseorang akan berbicara tentang terbukannya bathin kalau dia sendiri masih terpengaruh hawa nafsu dengan ilusi dan khayalan. Banyak orang berlagak sok tahu tentang masalah hijab bathin dengan mengobralkan omongan sudah bisa melihat alam ghaib seperti jin, malaikat dan roh-roh para nabi, ulama atau wali. Obralan omongan seperti itu hanyalah khayalan atau ilusi, dan pertanda ia sedang menderita penyakit bathin. Meskipun apa yang ia lihat itu benar adanya, tapi itu bukan alam bathin sesungguhnya. Itu hanyalah sebuah rerantingan belaka, yang merupakan godaan dari tipu muslihat syetan. Karena itu, seseorang yang benar-benar ingin menikmati alam bathin yang sesungguhnya hendaklah khayalan atau ilusi semacam iyu dibuang, dianggap sebagai selingan bukan tujuan utama dari alam bathin itu sendiri. Perlu diwaspadai, seharusnya berhati-hati dengan orang yang terlalu banyak berkhayal masuk ke alam bathin, karena sering kali apa yang dikhayalkan itu memporak-porandakan keyakinan (tauhid). Ketauhilah: “seseorang yang sudah mencapai ke alam bathin, maka niscaya ia tidak akan membuka apa rahasia dirinya dengan Tuhan”. Jika seseorang membuka dan mengobralkan omongan, maka pertanda yang dialaminya itu adalah palsu, bukan alam bathin yang sesungguhnya.
c. Dominasi Akal
Disamping ilusi dan khayalan, dominiasi akal yang berlebihan juga menjadi penghalang terbukanya hijab bathin. Akal memang merupakan rahmat dari Allah s.w.t., tetapi wilayah kerja akal hanya terbatas pada obyek lahir, yaitu hal-hal yang nampak yang terdapat di alam nyata. Akal tidak mungkin dapat menjangkau alam bathin. Jika ada kaum rasional membicarakan alam bathin atau tasawuf, maka itu pelacuran terhadap akal sendiri. Jika ia mencoba untuk menerangkan tentang perilaku orang ahli bathin, maka ia dholim terhadap akalnya sendiri. Maka bagi orang yang ingin menuju terbukanya hijab bathin, upayakan agar akal dihentikan, fungsikan jiwa, perasaan atau hati semaksimal mungkin. Bila jiwa, perasaan atau hati telah mendominasi akal, maka jiwa dan perasaan tadi akan mengiring terbukan hijab bathin.
d. Maksiat Lahir dan Maksiat Bathin
Segala maksiat lahir seperti ingkat menjalankan sholat, puasa, zakat atau melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah s.w.t., maka menjadi penghalang untuk terbukanya hijab bathin. Seseorang yang akan terjun menekuni alam bathin, maka ia diharuskan terlebih dahulu melakukan perintah-perintah lahir sehingga memperoleh keyakinan, sebab jika tidak, justru akan mengurangi kadar iman dan bahkan akan mengarah ke jalan kemusyrikan. Jadi, yang terpenting jalankan perintah lahir atau upayakan jangan berbuat maksiat. Disamping maksiat lahir, juga tidak melakukan maksiat bathin. Sebab maksiat bathin membuat hati seseorang menjadi beku dan kotor. Kotornya hati jauh lebih berbahaya dari kotornya jasad tubuh. Sebab kotornya hati bersifat tersembunyi yang sulit diketahui oleh penderintanya. Sombong, riya', kufur, nifaq, dengki, dendam, buruk sangka dan sebagainya adalah maksiat bathin yang harus dibersihkan dari perasaan danhati. Selama seseorang masih memiliki sifat-sifat seperti itu, maka selama itu pula ia tidak akan mencapai terbukanya hijab bathin.
a. Larut dalam Kenikmatan Dunia
Seseorang tidak akan mencapai terbukanya hijab bathin kalau dirinya masih dikuasi oleh segala kenikmatan dunia. Harta, pangkat, kedudukan dan martabat masih menguasai hati sehingga bathin terbungkus oleh hawa nafsu keduniaan. Bagaimana mungkin ia akan berbicara masalah hijab bathin kalau dirinya masih dikuasai oleh hal-hal yang lahir. Ini tidak berarti bahwa seorang yang kebetulan mempunyai pangkat, harta, kedudukan dan martabat tidak dapat mencapai terbuka hijab bathin. Yang dimaksud di sini adalah apabila hantinya tidak dapat menguasai apa yang ada pada dirinya. Atau dengan kata lain harta, pangkat dan kedudukan mengendalikan dirinya, bukan sebaliknya. Karena itu, tergantung pada diri masing-masing. Tergantung pada berharga mana antara harta, pangkat, martabat dan kedudukan dengan jiwa dan qalbunya. Bila menganggap bahwa hanya jauh melebih berharga dari apa yang dimilikinya, maka niscaya ia akan dapat mencapai terbukanya hijab bathin. Satu hal yang terpenting adalah dapat mengendalikan diri dari semua pengaruh yang berdimensi duniawi. Seharusnya berprinsiplah secara arif dengan pemahaman bahwa: “Aku memiliki tetapi tidak merasa memiliki”. “Aku kaya tapi bukan milikku”, “Aku berpangkat hanya sekedar amanah”, “Aku bermartabat tapi diriku masih penuh kekurangan”. Dan sebagainya.
b. Ilusi dan Khayalan
Adalah sangat mustahil seseorang akan berbicara tentang terbukannya bathin kalau dia sendiri masih terpengaruh hawa nafsu dengan ilusi dan khayalan. Banyak orang berlagak sok tahu tentang masalah hijab bathin dengan mengobralkan omongan sudah bisa melihat alam ghaib seperti jin, malaikat dan roh-roh para nabi, ulama atau wali. Obralan omongan seperti itu hanyalah khayalan atau ilusi, dan pertanda ia sedang menderita penyakit bathin. Meskipun apa yang ia lihat itu benar adanya, tapi itu bukan alam bathin sesungguhnya. Itu hanyalah sebuah rerantingan belaka, yang merupakan godaan dari tipu muslihat syetan. Karena itu, seseorang yang benar-benar ingin menikmati alam bathin yang sesungguhnya hendaklah khayalan atau ilusi semacam iyu dibuang, dianggap sebagai selingan bukan tujuan utama dari alam bathin itu sendiri. Perlu diwaspadai, seharusnya berhati-hati dengan orang yang terlalu banyak berkhayal masuk ke alam bathin, karena sering kali apa yang dikhayalkan itu memporak-porandakan keyakinan (tauhid). Ketauhilah: “seseorang yang sudah mencapai ke alam bathin, maka niscaya ia tidak akan membuka apa rahasia dirinya dengan Tuhan”. Jika seseorang membuka dan mengobralkan omongan, maka pertanda yang dialaminya itu adalah palsu, bukan alam bathin yang sesungguhnya.
c. Dominasi Akal
Disamping ilusi dan khayalan, dominiasi akal yang berlebihan juga menjadi penghalang terbukanya hijab bathin. Akal memang merupakan rahmat dari Allah s.w.t., tetapi wilayah kerja akal hanya terbatas pada obyek lahir, yaitu hal-hal yang nampak yang terdapat di alam nyata. Akal tidak mungkin dapat menjangkau alam bathin. Jika ada kaum rasional membicarakan alam bathin atau tasawuf, maka itu pelacuran terhadap akal sendiri. Jika ia mencoba untuk menerangkan tentang perilaku orang ahli bathin, maka ia dholim terhadap akalnya sendiri. Maka bagi orang yang ingin menuju terbukanya hijab bathin, upayakan agar akal dihentikan, fungsikan jiwa, perasaan atau hati semaksimal mungkin. Bila jiwa, perasaan atau hati telah mendominasi akal, maka jiwa dan perasaan tadi akan mengiring terbukan hijab bathin.
d. Maksiat Lahir dan Maksiat Bathin
Segala maksiat lahir seperti ingkat menjalankan sholat, puasa, zakat atau melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah s.w.t., maka menjadi penghalang untuk terbukanya hijab bathin. Seseorang yang akan terjun menekuni alam bathin, maka ia diharuskan terlebih dahulu melakukan perintah-perintah lahir sehingga memperoleh keyakinan, sebab jika tidak, justru akan mengurangi kadar iman dan bahkan akan mengarah ke jalan kemusyrikan. Jadi, yang terpenting jalankan perintah lahir atau upayakan jangan berbuat maksiat. Disamping maksiat lahir, juga tidak melakukan maksiat bathin. Sebab maksiat bathin membuat hati seseorang menjadi beku dan kotor. Kotornya hati jauh lebih berbahaya dari kotornya jasad tubuh. Sebab kotornya hati bersifat tersembunyi yang sulit diketahui oleh penderintanya. Sombong, riya', kufur, nifaq, dengki, dendam, buruk sangka dan sebagainya adalah maksiat bathin yang harus dibersihkan dari perasaan danhati. Selama seseorang masih memiliki sifat-sifat seperti itu, maka selama itu pula ia tidak akan mencapai terbukanya hijab bathin.
0 coemntar kalian:
Posting Komentar
peraturan komentar
1. pasang link kalian jika berkomentar di blog ini sehingga saya bisa visit back blog kalian
2. dilarang spam di blog ini
3. dilarang komentar yang berbau sara
4. follow my blog and i will follow back
5. saling tukeran link banner